Kuliah, dan Pers Mahasiswa
Disela sibuk nugas, semangat
belajar nulis, dan semangat nyastra. Setelah sekian lama, akhirnya menyempatkan
kembali menyapa blog pribadi yang readernya
masih segitu-segitu aja.
Melewati dua semester di
Universitas Negeri Semarang (Unnes), sebagai mahasiswa sastra Indonesia, dan
juga pers mahasiswa (Persma) ternyata gak seberat itu kok. Di awal, aku kira
akan sulit membagi waktu. Yah masalah waktu, beruntungnya aku bisa mengatur
dengan baik. Menghilangkan beban tugas kuliah dan kejaran deadline dengan
guya-guyu sebentar sudah cukup, tanpa ikut menyesap rokok.
Sialnya, hasrat dan obsesi ku
terlalu besar di Persma. Dulu, ketika semester satu aku masih semangat
menggagas karya sastra jaman dahulu, baca-baca puisi dan novel fiksi, semangat
kuliah khas mahasiswa baru juga masih tercium menyengat. Agaknya, jurnalisme
sudah mulai meracuni sebagian otakku. Nikmat sekali rasanya setelah selasai
liputan, dan berhasil menulis berita. Mengebiri kata-kata, dan membuka fakta.
Baru sebentar rasanya aku
bergabung dengan BP2M Unnes tapi candu akan jurnalisme ini belum bisa aku
kendalikan. Pengalaman yang menakjubkan tentunya, bagi jurnalis pemula
sepertiku adalah ketika berhasil mewawancarai seorang penyanyi yang sempat
manggung di Unnes, Virzha. Setelah, berhasil liputan alay itu aku berhasil mendapat
kesempatan meliput aksi penolakan penutupan PGSD Tegal Unnes. Liputan hari itu
adalah liputan pertama ku tentang aksi atau demo mahasiswa. Tentang bagaimana
menuliskan sebuah peristiwa dan mengulik sekaligus nilai beritanya, tanpa
wawancara yang menurutku, cukup mewakili (artinya tak cover both side) sebab terburu-buru mungkin, berita yang kutulis
jadi tidak valid, kecerobohan ku adalah tidak mengkonfirmasi info yang telah
kudapat dari narasumber, masih mentah, sudah seenak jidat ku tulis. Laah berdampak pula, dikira hoax
berita ku itu. Sedih dan sempat takut tentunya.
(bisa dilihat di http://www.linikampus.com/2017/04/aksi-tolak-penutupan-pgsd-tegal.html )
Yang tak kalah seru dari bertemu
tanpa desak-desakan dengan aktris adalah berhasil meliput aksi dan ikut
terjebak dalam aksi tersebut. Aksi 2 PGSD, memang sedikit ramai, dan ternyata
tak setenang aksi pertama. Terlanjur percaya diri, bawa kamera dan masuk ke
tengah aksi berakhir ikut dikeroyok. Kena pukul sana-sini di lautan manusia
penuh emosi, yang didominasi laki-laki, sementara aku perempuan kecil dan kurus
yang ribet pakai gamis panjang dan kerudung lebar sambil bawa kamera pinjaman,
sampai bingung mau melindungi diri sendiri atau kameranya. Untungnya, aku
sedikit kuat jadi hanya gemetar sedkit.
Sepertinya tiga peristiwa kecil itulah
yang membuatku melihat lagi dunia jurnalistik, bukan hanya tulis-menulis. Pengalaman
yang hanya akan aku dapat jika menjadi seorang Persma daripada mahasiswa rajin
absen, lulus cepat tapi tanpa pengalaman lain ketika lulus.
Dari dunia jurnalisme inilah
kemudian aku menengok ke kanan, ke kiri
dan ke belakang tak melulu ke
depan. Tak lagi menjadi orang dengan pemikiran sempit, pun apatis yang munutup
diri dan sibuk ngurus hati, cari cinta atau kesenangan remaja yang diidamkan
generasi jaman sekarang.
Maka, kuliah bukanlah sekedar
masuk kelas, absen lalu pulang ke kos,nonton drama korea-an. Kuliah menjadi hal
yang menarik, karena aku berhasil mendapat esensi ketika kuli(ah) itu.
Komentar